Nostalgia: Perjalanan dalam Menulis

by - January 15, 2020


Saya lagi malas nulis blog, kemudian dimotivasi sama temen yang nunggu update-an blog saya. Terima kasih yaa. Jadi biar saya bisa melupakan rasa malas, saya mau nostalgia dikit tentang perjalanan aktifitas menulis saya sampai sekarang.

Bisa dibilang menulis adalah hobi saya. Kegiatan menulis sudah menjadi kebiasaan saya sejak kecil. Dimulai saat ibu membelikan buku notes kecil warna biru saat saya kelas satu sekolah dasar. Buku tersebut saya jadikan buku diary. Setiap hari saya menulis tentang apa yang terjadi hari itu. Saya masih ingat beberapa tulisan saya isinya seperti curhatan nilai, sulitnya ulangan, terus apalagi ya wkwk lupa. Bukunya sekarang sudah hilang wkwk. Saya sempat ingat pernah baca-baca ulang saat SMP (kalau enggak salah) eh saya cengar-cengir sendiri wkwk, terkadang tersipu malu sebab cerita dari tulisan saya wkwk.


Aktifitas menulis membuat seorang Devanda yang orangnya nggak berani ngomongpembicaraan yang menyakiti lawan bicaranya, menjadi berani bicara lewat tulisan hehe. Bahkan saat saya jengkel sama sahabat sd saya, saya nggak berani mengungkapkan ke mereka, tapi untuk mengungkapkan emosi dan melegakan hati, saya tulis di selembar kertas tentang perasaan jengkel ke teman saya, kemudian saya simpan. Ternyata mengungkapkan emosi dengan menulis sudah saya lakukan sejak kecil ya.. baru sadar. Sehingga saya bisa benar-benar jujur melalui sebuah tulisan.

Kegiatan menulis waktu kecil ini di dukung saya suka baca buku cerita rakyat. Jujur, orang tua memang jarang men-support saya untuk dalam kebiasaan membaca, karena di keluarga saya kebiasaan membaca tidak ditanamkan. Entah kenapa saat sekolah dasar saya sering minta antar ibu saya ke toko buku buat beli buku cerita rakyat dengan uang saku yang saya sisihkan. Hmm pinter amat ya saya kecil-kecil beli buku pakai uang sendiri wkwk. Untung harga buku cerita rakyat waktu itu murah, Rp3500,00, dan uang saku saya hanya Rp2000,00 per hari. Kok bisa ya? (Saya lagi mikir ini kok bisa ya wkwk).

Memang kebiasaan baca tidak didukung di keluarga saya tapi kebiasaan bercerita sangat menjadi rutinitas sehari-hari keluarga saya. Ayah saya sering cerita masa kecilnya dan sering banget cerita horor buat nakut-nakutin wkwk sampai saya nggak berani tidur sendiri. Cerita-cerita horor dari ayah saya membuat daya imajinasi saya bekerja sehingga mampu membuat cerita bergambar dengan tema horror. Kelas tiga SD, saya diajakin teman saya membuat jasa peminjaman buku dan cerita dengan membayar Rp100,00. Saya lupa ada yang mau kagak ya waktu itu wkwk. Yang jelas saya sering buat cerita bergambar dalam selembar kertas. Cergamnya isinya cerita horror doang. Untuk mendukung daya imajinasi saya dalam membuat cerita, saya mengkoleksi buku-buku kecil cerita horror yang saya beli di penjual mainan depan gerbang sekolah. Harganya Rp500,00 per buku kecil. Macam-macam judulnya kemudian saya ceritakan ke adik saya yang masih kecil.

Aktifitas menulis saya terjeda. Selama jeda itu saya bersama sahabat-sahabat SD yang membentuk tim wkwk sering melakukan kegiatan mengkhayal dan cerita-cerita hal action. Sebab teracuni oleh kartun Naruto, hal-hal yang kami khayalkan selalu bertema action. Aktifitas berfantasi ini terus dilakukan sampai kelas enam SD. Saat kelas enam SD itu saya mulai menulis, walaupun tahun sebelumnya agenda menulis diary tetap menjadi rutinitas saya. Kelas enam SD saya minta tolong teman saya untuk dipinjamkan buku horror di perpustakaan Nganjuk, karena saya nggak bisa keluyuran bebas soalnya diantar jemput. Setelah menghabiskan buku pinjama perpus, saya mulai menulis. Kali ini saya semangat dalam menulis karena ingin mengalahkan teman saya yang menulis cerita sudah habis dua buku tulis. Saya menulis setiap hari baik horror, action, fantasi, dan atau tema random lainnya. Menulis cerita di buku tulis itu juga disupport membaca, cuma saya lupa baca di media apa ya waktu itu wkwk. Akhirnya saya berhasil menulis cerita dalam tiga buku tulis atau lebih ya, lupa. Ditambah satu buku yang berisi satu alur cerita tapi nggak selesai wkwk. Iya dulu itu pengen nulis cerita satu judul dalam satu buku tulis. Eh nggak selesai ceritanya.

Wow saya rajin sekali ya menulis saat SD. Kegiatan menulis saya belum berhenti. Saat SMP, aktifitas menulis saya semakin menjadi-jadi. Saya sering “disuruh” ikut lomba menulis cerpen atau puisi atau apalah wkwk. Sampai saya pergi ke Surabaya gratis karena menulis cerpen. Wowo enak banget ya, nostalgia ini saya wkwk. Nggak terlalu rumit cerita menulis saya saat SMP. Cuma nulis buat ikut lomba-lomba nulis cerita. Hingga tulisan saya membawa saya bertemu dengan sebuah organisasi di luar SMP, dan itu adalah organisasi pertama saya yang kemudian membawa saya terbelit dalam sebuah drama kehidupan wkwkwk. Tauk ah nggak mau nginget-nginget. Ditambah blog pertama saya terbit saat SMP kelas dua sebab dibelikan laptop sama modem. Tapi tapi blog saya itu isinya cuma puisi-puisi. Jadi saya hapus saat SMA dan ganti yang baru.

Kemudian saya masuk SMA favorit (cielah pamer). Masa-masa SMA saya sibuk dakwah wkwk ciahhh. Bukan gitu. Saya sibuk sama pelajaran yang sulit-sulit wkwk. Karena saya tetap harus bisa mengikuti ritme sekolah yang super padat ini ya jadwal pelajarannya. Pulang-pulang sore, terus ekstrakurikuler atau ngerjain tugas kelompok, atau ada agenda rapat di rumah mas Dimas atau ngaji, atau atau yang lain. Note: saya apatis di SMA wkwk, Cuma ikut jurnalistik. Nah kesibukan-kesibukan itu membuat saya tidak menulis. Saya menulis hanya memenuhi tugas-tugas jurnalistik untuk memenuhi konten majalah sekolah. Jadi saya menulis karena tuntutan bukan dari hati. Oke tulisan saya banyak ter-upload di majalah sekolah tetapi hati saya nggak puas karena ceritanya jauh dari ciri khas Devanda. Saya nulis nggak pakai hati, tapi paksaan sebab deadline wkwk.

Selama menjalani hari-hari tanpa menulis itu saya seperti kehilangan jiwa (ciahh). Hidup say grusa-grusu, nggak damai, kayak ada yang kurang tapi nggak tau apa. AKhirnya saya menyadari saat kelas tiga SMA. Puncaknya pusing dan jenuh dengan segala rutinitas dan tekanan pelajaran yang super sulit menurut saya, ditambah masalah sekolah apa yang harus dituju pasca SMA, eh atau nggak usah lanjut cari sekolah. Saya pengen menuangkan emosi dan uneg-uneg lewat tulisan, akhirnya seketika langsung puas dan lega. Sejak kejadian itu saya sadar saya kehilangan separuh diri saya (aduh puitis banget wkwk) saat saya tidak menulis. Sehingga terbit lah blog ini sebagai pelampiasan segala emosi dan media bertumbuh saya agar tetap berada di jalan yang lurus wkwkwk. Oya pas liburan jenuh juga belajar terus wkwk, saya iseng-iseng kirim cerpen dan puisi. Akhirnya disatukan dalam antologi buku, tapi saya hanya membeli satu buku yang isinya puisi saya. Buku satunya nggak beli soalnya bayar. Buku yang pertama juga bayar, makanya saya nggak mau bayar terus wkwk. Iya, saya nerbitin lewat jalur penerbit indie yang pakai seleksi.


Wow saya menulis postingan ini sudah lebih dari 1000 kata. Yap berakhirlah nostalgia saya tentang perjalanan menulis saya. Saat ini saya masih terus berproses dalam bidang menulis, bahkan sebenarnya saya trauma menulis ilmiah belakangan ini wkwk. Belum tau ke depannya bagaimana untuk mengatasi trauma tersebut wkwk. Anyway, rajin amat dan niat amat ya saya waktu kecil dalam menulis. Sedangkan sekarang malas nge-blog aja udah bodo amat wkwk. Ya Allah nggak boleh gitu, Dev. Ingetin saya terus ya teman-teman pembaca blogku, bahwa saya harus terus menulis biar bisa menjadi diri sendiri, biar tidak kehilangan jiwanya wkwk. Bisa dibilang menulis adalah sebagian kehidupan dari seorang Devanda. Cielah wkwk.
   

#30haringeblog
#30haribercerita
#challenge30haringeblog
#30harinulisblog 
#harikesepuluh

You May Also Like

0 komentar