(MAHA)siswa
Halo!! Kalian itu
sudah (MAHA)siswa, tolong pikiran dan sikapnya dikondisikan ya...
Bersyukurlah buat
kalian siapa saja yang sedang menempuh dan pernah menyandang sebutan (MAHA)siswa.
Level tertinggi dalam tingkat pendidikan memang disandang oleh sebutan
MAHASISWA. Mereka ini yang nantinya berpeluang besar untuk mengambil peran
dalam mewujudkan berjuang demi nusa dan
bangsa. Walaupun tidak menutup kemungkinan, mereka yang belum menyandang
posisi ini nantinya pun dapat berjuang
demi nusa dan bangsa. Berjuang kan bisa dimana saja. Iya. Maksud saya sih,
siswa yang dengan seruan Maha yang akan menggantikan para tokoh elite bangsa
ini. Meskipun tidak menutup kemungkinan mereka yang tidak melalui tahap
perkuliahan nantinya juga dapat menjadi politikus.
"Mahasiswa sebagai garda terdepan dan tulang punggung dalam memperjuangkan nasib bangsa Indonesia"
Sesuai perannya,
sebagai monitoring pemerintahan, seruan aksi (demonstrasi) sebagai bentuk perhatian peduli
pada bangsa sudah menjadi sebuah budaya di dunia kampus. Banyak membaca sebagai
bekal dalam bertukar pikiran sambil nongkrong atau ngopi. Dari ngomongin perihal
#2019GantiPresiden sampai ngomongin anak hk gak selalu auto parpol x. Kadang gemes sendiri lihat aktor politik bertingkah. Greget sendiri lihat pencitraan elit politik. Saking gregetnya, pengen nyaleg aja deh daripada ngurus laporan. Perbincangan politik
juga bukan lagi hal tabu bagi mahasiswa, melainkan menjadi makanan keseharian
dalam ruang diskusi di tiap pojok sekretariat.
Menjelang follow-followan akun instagram ataupun
twitter antara maba dengan senior. Membuat maba polos tapi tidak dungu merasa
kagum dengan para senior. Timeline sosmed dipenuhi kritikan dan komentar (MAHA)siswa
terkait kebijakan-kebijakan pemerintah atau isu terkini yang sedang hangat.
Keren, gumam maba itu.
(Lagi)
Di ajang kajian
terbuka terkait suatu topik, maba yang sebenarnya bingung ini kajian bahas
topik apa sebenarnya, lagi-lagi dibuat terkejut. Sederet realita dan kebijakan
pemerintahan dipaparkan. Segerombolan pendapat pun menyerbu. Ya maba ini cuma bisa
melongo dong.
Sampai-sampai
para agent of change ini, demi
mencari kevalidan, kefaktaan, kebenaran, dari bedah buku tebel yang sebenarnya
bukan bidang dia, diskusi sama mahasiswa di bidang topik itu, sampai tanya ke
ahlinya atau akademisi pasca sarjana, bahkan sampai ke Batu buat survei
problematika itu dan interview masyarakat sekitar. Ok. WOW sekali sih
kalian....
Perbincangan chatting yang ujung-ujung bakal bahas
proker dan strategi ke depan. Sampai rapat online jadi makanan di saat liburan
semester. Hingga terang-terangan menyatakan keberpihakkan. Banner-banner
meramaikan jalanan kampus di pekan pemilu raya. Tak terlupakan adu cekcok
berbobot dengan argumen yang bukan abal-abal mewarnai kehidupan Mahasiswa.
Super sekali sih....
Pasca kelas
langsung cabut rapat atau buat projek bermanfaat. Belum nanti bergengsi di
ajang kompetisi. Riwa-riwi ke rektorat dan lantai 6 buat ngurus surat-surat
umat. Cabut lagi ke organisasi yang sono buat ngurus masalah proker 1,2,3. Sambil
jalan ke ruang sekret pakai baju dengan tulisan ‘Dewan Perwakilan Mahasiswa
201X’ di belakang badan. Alarm memanggil buat hadap dosen tepat waktu. Terus
sore datang ke gazebo buat ngisi acara. Banyak ya aktifitas kamu, Mahasiswa.
Pantas semua itu berlabel sebagai Aktifis Kampus.
Eh tapi juga ada
lho yang tidak mengenal istilah pemilu raya. Memang sering main ke dekanat,
buat ngurus proposal event. Sibuk menghubungi manager tokoh publik biar bisa
dateng ke kampus buat memeriahkan dies natalis. Pantes, kalian sangat berbakat sebagai event organizer.
Ketinggalan info aksi. Bahasan di tongkrongan cafe perkara lifestyle. Snapgram isinya guyonan dan updatetan jalan. Kadang cinta memperbudak mereka sampai lupa tidur. Gak mau tau urusan selebaran brosur dengan visi misi. Dan nggak bakal kepo kenapa temen pinjem ktm. Sampai nggak tau ada istilah sembilan macan asia. Dan asing dengan tweet-tweet Ridwan Kamil. Ada juga yang memuja kehidupan dengan kelarin laporan praktikum lalu jadi penghuni perpus. Tanpa sadar kalau mereka biasa disebut apatis. Walau begitu mereka mengenal istilah demonstrasi. Cuma yaaa koar-koar "ngapain sih kalian turun ke jalan? Urusin ip lu!".
Ketinggalan info aksi. Bahasan di tongkrongan cafe perkara lifestyle. Snapgram isinya guyonan dan updatetan jalan. Kadang cinta memperbudak mereka sampai lupa tidur. Gak mau tau urusan selebaran brosur dengan visi misi. Dan nggak bakal kepo kenapa temen pinjem ktm. Sampai nggak tau ada istilah sembilan macan asia. Dan asing dengan tweet-tweet Ridwan Kamil. Ada juga yang memuja kehidupan dengan kelarin laporan praktikum lalu jadi penghuni perpus. Tanpa sadar kalau mereka biasa disebut apatis. Walau begitu mereka mengenal istilah demonstrasi. Cuma yaaa koar-koar "ngapain sih kalian turun ke jalan? Urusin ip lu!".
Baca: Problem Organisator
Dan terspesial
untuk kalian yang kritis, pinter, update perilaku pejabat kampus, dan nggak malas
buat baca buku, apalagi baca buku ‘punya lawan’, biar ada bahan buat berkomentar. Segala hoax dan statement politikus
mereka paham. Nggak ketinggalan berkomentar pada kampanye temennya sendiri. Sebenarnya kalian itu pinter, gak apatis, peduli sama masalah negara ini, melek politik. Sayang banyak
bacot pake topeng anonim yang boikot eksekutif atau apalah. Bersama bumbu-bumbu
asumsi dan logika yang khas dari seorang tukang nyinyirin. Kontribusi dengan
aksi nyata dianggap tidak berguna. Proker yang sebenarnya mampu membawa manfaat
buat orang lain dianggap buang-buang duit rektorat. Paham tentang dunia demonstrasi tapi waktu action nyata, aksi turun ke jalan eh dinyinyirin, "aksi lu unfaedah, buang-buang waktu, alah budak parpol".
Hadeuh. Sebel dah.
Hadeuh. Sebel dah.
Oke (MAHA)siswa.
Kamu unik. Banyak tipe. Bebas juga. Berbagai idealisme tercecer dalam satu
wadah bernama kampus. Saling menarik massa dengan beragam pengaruh yang
ditularkan untuk membela pihak masing-masing. Dengan anugerah kritismu,
logikamu, kekepoanmu, dan segala perangai demi pemuas diri dalam meraup ilmu
dan belajar menjadi masyarakat sebelum terjun langsung ke realita nyatanya.
0 komentar