(MAHA)siswa

by - January 01, 2019


Halo!! Kalian itu sudah (MAHA)siswa, tolong pikiran dan sikapnya dikondisikan ya...

Bersyukurlah buat kalian siapa saja yang sedang menempuh dan pernah menyandang sebutan (MAHA)siswa. Level tertinggi dalam tingkat pendidikan memang disandang oleh sebutan MAHASISWA. Mereka ini yang nantinya berpeluang besar untuk mengambil peran dalam mewujudkan berjuang demi nusa dan bangsa. Walaupun tidak menutup kemungkinan, mereka yang belum menyandang posisi ini nantinya pun dapat berjuang demi nusa dan bangsa. Berjuang kan bisa dimana saja. Iya. Maksud saya sih, siswa yang dengan seruan Maha yang akan menggantikan para tokoh elite bangsa ini. Meskipun tidak menutup kemungkinan mereka yang tidak melalui tahap perkuliahan nantinya juga dapat menjadi politikus.
"Mahasiswa sebagai garda terdepan dan tulang punggung dalam memperjuangkan nasib bangsa Indonesia"

Sesuai perannya, sebagai monitoring pemerintahan, seruan aksi (demonstrasi) sebagai bentuk perhatian peduli pada bangsa sudah menjadi sebuah budaya di dunia kampus. Banyak membaca sebagai bekal dalam bertukar pikiran sambil nongkrong atau ngopi. Dari ngomongin perihal #2019GantiPresiden sampai ngomongin anak hk gak selalu auto parpol x. Kadang gemes sendiri lihat aktor politik bertingkah. Greget sendiri lihat pencitraan elit politik. Saking gregetnya, pengen nyaleg aja deh daripada ngurus laporan. Perbincangan politik juga bukan lagi hal tabu bagi mahasiswa, melainkan menjadi makanan keseharian dalam ruang diskusi di tiap pojok sekretariat.

Menjelang follow-followan akun instagram ataupun twitter antara maba dengan senior. Membuat maba polos tapi tidak dungu merasa kagum dengan para senior. Timeline sosmed dipenuhi kritikan dan komentar (MAHA)siswa terkait kebijakan-kebijakan pemerintah atau isu terkini yang sedang hangat. Keren, gumam maba itu.

(Lagi)

Di ajang kajian terbuka terkait suatu topik, maba yang sebenarnya bingung ini kajian bahas topik apa sebenarnya, lagi-lagi dibuat terkejut. Sederet realita dan kebijakan pemerintahan dipaparkan. Segerombolan pendapat pun menyerbu. Ya maba ini cuma bisa melongo dong.

Sampai-sampai para agent of change ini, demi mencari kevalidan, kefaktaan, kebenaran, dari bedah buku tebel yang sebenarnya bukan bidang dia, diskusi sama mahasiswa di bidang topik itu, sampai tanya ke ahlinya atau akademisi pasca sarjana, bahkan sampai ke Batu buat survei problematika itu dan interview masyarakat sekitar. Ok. WOW sekali sih kalian....
Perbincangan chatting yang ujung-ujung bakal bahas proker dan strategi ke depan. Sampai rapat online jadi makanan di saat liburan semester. Hingga terang-terangan menyatakan keberpihakkan. Banner-banner meramaikan jalanan kampus di pekan pemilu raya. Tak terlupakan adu cekcok berbobot dengan argumen yang bukan abal-abal mewarnai kehidupan Mahasiswa. Super sekali sih....


Pasca kelas langsung cabut rapat atau buat projek bermanfaat. Belum nanti bergengsi di ajang kompetisi. Riwa-riwi ke rektorat dan lantai 6 buat ngurus surat-surat umat. Cabut lagi ke organisasi yang sono buat ngurus masalah proker 1,2,3. Sambil jalan ke ruang sekret pakai baju dengan tulisan ‘Dewan Perwakilan Mahasiswa 201X’ di belakang badan. Alarm memanggil buat hadap dosen tepat waktu. Terus sore datang ke gazebo buat ngisi acara. Banyak ya aktifitas kamu, Mahasiswa. Pantas semua itu berlabel sebagai Aktifis Kampus.


Eh tapi juga ada lho yang tidak mengenal istilah pemilu raya. Memang sering main ke dekanat, buat ngurus proposal event. Sibuk menghubungi manager tokoh publik biar bisa dateng ke kampus buat memeriahkan dies natalis. Pantes, kalian sangat berbakat sebagai event organizer. 

Ketinggalan info aksi. Bahasan di tongkrongan cafe perkara lifestyle. Snapgram isinya guyonan dan updatetan jalan. Kadang cinta memperbudak mereka sampai lupa tidur. Gak mau tau urusan selebaran brosur dengan visi misi. Dan nggak bakal kepo kenapa temen pinjem ktm. Sampai nggak tau ada istilah sembilan macan asia. Dan asing dengan tweet-tweet Ridwan Kamil. Ada juga yang memuja kehidupan dengan kelarin laporan praktikum lalu jadi penghuni perpus. Tanpa sadar kalau mereka biasa disebut apatis. Walau begitu mereka mengenal istilah demonstrasi. Cuma yaaa koar-koar "ngapain sih kalian turun ke jalan? Urusin ip lu!".


Dan terspesial untuk kalian yang kritis, pinter, update perilaku pejabat kampus, dan nggak malas buat baca buku, apalagi baca buku ‘punya lawan’, biar ada bahan buat berkomentar. Segala hoax dan statement politikus mereka paham. Nggak ketinggalan berkomentar pada kampanye temennya sendiri. Sebenarnya kalian itu pinter, gak apatis, peduli sama masalah negara ini, melek politik. Sayang banyak bacot pake topeng anonim yang boikot eksekutif atau apalah. Bersama bumbu-bumbu asumsi dan logika yang khas dari seorang tukang nyinyirin. Kontribusi dengan aksi nyata dianggap tidak berguna. Proker yang sebenarnya mampu membawa manfaat buat orang lain dianggap buang-buang duit rektorat. Paham tentang dunia demonstrasi tapi waktu action nyata, aksi turun ke jalan eh dinyinyirin, "aksi lu unfaedah, buang-buang waktu, alah budak parpol".

Hadeuh. Sebel dah. 

Oke (MAHA)siswa. Kamu unik. Banyak tipe. Bebas juga. Berbagai idealisme tercecer dalam satu wadah bernama kampus. Saling menarik massa dengan beragam pengaruh yang ditularkan untuk membela pihak masing-masing. Dengan anugerah kritismu, logikamu, kekepoanmu, dan segala perangai demi pemuas diri dalam meraup ilmu dan belajar menjadi masyarakat sebelum terjun langsung ke realita nyatanya.



You May Also Like

0 komentar