Rentang Kisah versi pelajar tingkat akhir

by - December 28, 2018


Setelah saya tulis tentang Pelajar Tingkat Akhir,  lagi-lagi saya mau nulis perkara yang ada di kalangan siswa kelas dua belas. Perihal memilih jurusan menjadi topik hangat di siswa SMA tingkat akhir. Akan banyak perdebatan dalam menentukan pilihan jurusan, terlebih jika kita punya orang tua yang overwish atau punya harapan besar si anak bisa masuk pada jurusan yang mereka inginkan. Ya kita jadi anak bingung-sedih lah ya. Maunya membuat mereka bahagia dengan kita bisa bersekolah di jurusan yang mereka inginkan tapi kita-nya yang nggak sreg, nggak seneng. Memang kita mampu dan bisa, tapi nggak cinta. Akibatnya kita ngejalaninya penuh paksaan dan tekanan.

Nggak jarang juga orang tua memaksa anaknya agar memilih sekolah ikatan dinas karena kepastian hidup yang terjamin. Padahal hidup itu penuh ketidakpastian dan yang menjamin hidup kita hanya Allah. Memang sekolah ikatan dinas sangat menarik perhatian banyak siswa, bahkan sampai anak SMP pun sudah punya target bisa masuk ikatan dinas. Iya.. saya korbannya, haha. Jadi kelas dua SMP saya udah punya target buat masuk STAN atau IPDN. Saya tulis itu didaftar wishlist saya (masa itu saya masih jadi seorang planner), lolos IPDN, haha ngakak sendiri kalau keinget. Emang dasarnya anak SMP, lihat kepastian dan kenyamanan yang diberikan IPDN bener-bener menggiurkan. Siapa coba yang nggak mau sekolahnya gratis, sarana dan prasarana nyaman sekali, biaya hidup gratis, dapat uang saku, dan segalanya gratis tanpa membayar dan yang paling penting langsung kerja, nah lo mau nolak? Haha itu pemikiranku waktu masih SMP.

Kemudian, menginjak kelas satu SMA saya mengganti target sekolah menjadi STAN. Dengan alasan boleh memakai kacamata, kalau IPDN kan nggak boleh berkacamata, sedangkan kondisi mata saya pake kacamata. Nggak tanggung-tanggung saya memasang target langsung D1 Kebendaharaan Negara dan juga bikin mind map hidup saya setelah lulus, hahaha random banget tau nggak sih (Iya. Dulu saya anaknya ­planning banget). Saya nulis ini sambil inget-inget jadi senyum-senyum sendiri, seriously wkwk. Dan hal ini sih yang ngebuat saya jadi nggak begitu optimal dalam pelajaran sehari-hari. Saya selalu meremehkan dengan berkata "saya kan pilih STAN jadi prioritaskan belajar buat tes STAN". Nggak baik ya temen-temen, jangan dicontoh. Tapi untungnya nilai saya nggak jelek-jelek amat sih, cuma ada dua yang dapet C, itupun nilai keterampilan.

Lambat laun saya terjun ke dunia baru yang membuat saya lupa akan mimpi di STAN (haha punya impian kok jadi PNS, dasar orang Indonesia. Tapi itu realita kehidupan gais). Saya lupa sebab disibukkan oleh organisasi Lembaga Dakwah Sekolah di luar sekolah. Sebelumnya sempet ikut Kelas Motivasi. Lalu seiring berjalannya waktu, berjalannya proses belajar, ketemu banyak orang-orang hebat di Nganjuk yang membuat pemikiranku semakin terbuka luas dan tidak sesempit menjadi PNS, haha. Saya mulai meninggalkan, menghapus, dan mengganti mimpiku tidak lagi melanjutkan sekolah berlabel ikatan dinas. Terlepas dari perihal agama, memang ada alasan khusus saya tidak mau sekolah berlabel ikatan dinas. Saya juga mikir jikalau saya diterima D1 STAN berarti saya langsung kerja di tempatkan di luar Jawa, kerja seperti pegawai biasanya dari jam 8 sampai jam 5 sore, ya kapan saya nikmatin masa muda saya coy. Oke bener saya udah PNS, dapat gaji sendiri, sudah nggak minta orang tua, bisa beli apa yang saya mau, tapi rasanya saya kehilangan masa muda. Nggak juga tuh Dev. Ya gimana ya. Itu bukan tipe saya banget wkwk. Kalian yang udah mengenal saya pasti tau mana yang tipe Devanda banget. Haha. Nggak bisa merasakan bingungnya ngurusin proposal yang nggak di acc rektor, gimana laparnya jadi anak kos, gimana susahnya hidup mandiri di tanah rantau pake pesangon orang tua, gimana menghadapi berbagai idealisme-idealisme di kampus. Menurutku akan ada banya pengalaman yang terlewatkan begitu saja kalau kita nggak ngerasain kehidupan kampus bukan ikatan dinas. Hello ikatan dinas juga banyak idealisme-idealisme kok. Iya memang. Tapi ya gimana ya wkwk ini opini dan pilihan saya. Saya juga menghargai temen-temen yang berjuang masuk ikatan dinas dengan pandangan berbeda. Ya silahkan saja dan jangan berputus asa akan impian yang telah kalian pilih, karena pandangan tiap orang beda-beda.

“Buat kalian, dimana pun sekolah atau tempat menuntut ilmu kalian, Semangat kalian semua...Kalian tetap baik kok dan jangan lupa menebar benih kebaikan dimana pun kalian berada.”  

Perjalanan memilih jurusan setelah transisi pilihan dari ikatan dinas ke sekolah negeri pun panjang. Nggak langsung menentukan. Perasaan bimbang, bingung, khawatir juga sudah saya rasakan dalam memilih jurusan sama kayak anak kelas 12 pada umumnya lah. Poin kebingungan kita dalam memilih jurusan adalah kekhawatiran kita akan masa depan yang masih samar-samar. Yaiya siapa juga yang tau masa depan. Kita bingung karena kita takut akan nasib kita di masa depan. Itu yang saya pelajari selama saya dan teman-teman riwuh dalam memilih jurusan. Orang sekarang aja saya udah dipilihkan Allah di Sastra Inggris aja masih ada rasa keraguan. Bener nggak nih, yakin nggak nih hatiku mantep, bisa nggak nih. Ya semua itu terjadi karena memang watak manusia yang khawatir akan masa depan sebab masa depan penuh dengan ketidakpastian. 

Dari awal saya mengenal jurusan-jurusan bangku perkuliahan, list jurusan saintek rasanya kok nggak ada yang tertarik kecuali FK (ehehe). Iya saya dulu sempat pengen Kedokteran. Tentu saya ada alasan kenapa saya pilih jurusan itu. Tapi saya mikir lagi, iya emang doyan mikir dulu ehehe, sepertinya prioritas hidup saya di kampus bukan hanya menuntut ilmu di bangku kelas. Taulah kalian gimana tipe saya hehe. Saya mikir (lagi), masa kuliah cuma praktek, ngerjain laprak, nge-lab, belajar, ngurusin badan manusia. Hehe. Membosankan sekali (menurut saya lho). Terus kalau gitu saya nggak tau kabar kampus saya. Ada apa dengan birokrat, ada apa sama pemerintahan. Kan mahasiswa (katanya) monitor utama dalam pengawasan pemerintahan. Wah saya nggak expect deh di FK kayaknya. Walaupun kemungkinan saya mampu. Bisa kok kamu tetap berkontribusi walaupun jurusan FK. Iya saya tau, cuma tipe kontribusi saya ya... kalian tau lah yang udah mengenal saya hehe.

Sedangkan list jurusan soshum, banyak yang membuat diri ini tertarik. Mulai dari HI, Hukum, Kriminologi, Sastra Inggris, Ilmu Komunikasi, dan Psikologi. Haha banyak banget. Semester awal kelas 12 saya pengen HI/Hukum UI. Terus nggak jadi hehe. Pengennya FK sebelum saya berpikir seperti di atas. Sampai 14 Februari saya memutuskan langsung memantapkan pilihan di soshum. Saya kerucutkan, sampai saya pengen masuk psikologi. Dengan alasan, saya tertarik untuk mengulas dunia perkembangan anak atau psikologi anak sebagai bekal ilmu parenting #asik. Tertarik juga dengan hal psikologi semacam kepribadian atau personality. Iya jaman saya SMA sering teman-teman tanya ke saya terkait tipe-tipe kepribadian mulai dari MBTI, sampai membedah (fi)-nya bagaimana, dst. Tertarik juga untuk mempelajari psikologi orang-orang yang berusaha untuk mengakhiri hidupnya, orang-orang penderita selfharm, dan yang paling saya kepoin perihal syaraf-syaraf otak yang bisa menimbulkan perilaku-perilaku kita. Bukannya masuk ke dokter spesialis syaraf ya? Intinya kek gitu lah ahaaha.

Pengumuman lolos SNMPTN akhirnya diproklamasikan. Alhamdulilah saya lolos walaupun diurutan tengah-tengah haha. Udah deh. Mulai bingung. Mau ambil psikologi UB, nggak bisa. Sebab UB hanya menerima pelajar ips yang mendaftar melalui SNMPTN. Orang tua mintanya saya di UB, nggak boleh di UI. Hadeuh. Akhirnya hasil salat minta petunjuk ke Allah, hasil kemantapan hati, dan tentu hasil pilihan ibu, saya diminta memilih Sastra Inggris UB. Walhasil saya pun diterima. Ya... dengan hati yang belum mantep sih sebenarnya haha. Ada keraguan juga... hmmm

Yaudah akhirnya saya di jurusan ini dengan segala keterkejutan, realita, dan drama wkwk. Semua itu bakal saya sharing agar teman-teman terkhusus adik kelas lebih teliti dalam memikirkan dan memantapkan memilih jurusan.

Saya juga mau cerita hikmah dibalik ini semua. Yang mana ini hasil pemikiran dan perenungan saya beberapa hari ini. Stay tune bray.

You May Also Like

0 komentar