Kontestasi Politik Kampus

by - December 06, 2018


Politik di kampus ini selalu menarik tiap tahunnya. Aku, maba cupu nan polos yang baru aja merdeka dari ospek, (eh belum semua fakultas mabanya merdeka dari ospek deh, hehe) sudah disuguhi pesta demokrasi yang ala mahasiswa dan kampus. Ingat kan? Kalau kampus miniatur negara.


Sejak aku memutuskan dan menyatakan keberpihakanku yang kemudian bertemu dengan keluarga baru baik di fakultas maupun di tingkat universitas, sejak itu pula banyak orang bilang mengenai bulan suci (di kampus) yang selalu ada cerita menarik untuk diulas. Setelah aku menyatakan keberpihakanku dan bertemu juga dengan orang-orang yang menyatakan keberpihakannya (yang sama denganku), mereka yang lebih senior berkata, kita bakal sering-sering kumpul untuk menyambut bulan suci. Aku, walau maba yang sebenarnya sudah (sedikit) paham mengenai konsep dakwah politik-aku menyebutnya, dan dulu masa SMA aku sering berdiskusi pasal ini, tapi aku masih bertanya-tanya seberapa polemiknya sih PEMIRA di kampus berjas alamamater jingga ini?

Sampai pada saat dimana orang-orang mulai riwuh dengan sebutan ‘November Ceria’. Mungkin nggak sedikit mahasiswa baru yang bertanya mengenai sebutan itu, bahkan banyak juga yang asing dan bodo amat. Tuhan mentakdirkanku untuk terlibat dalam konstestasi politik kampus biru ini. Mungkinkah ini alasan Tuhan menempatkan diriku di sini-sesuai tujuan dan harapanku yang sebenarnya-tentang dakwah politik? Ah sudahlah.

Nggak terasa aku (dan keterlibatan) sampai pada realita yang membuka mind in mind. Oh jadi begini toh? Terkadang membuatku terkejut sendiri saat melihat realita yang sebenarnya. Hah? Sampai begitukah?

Sebut saja, aku mulai (sedikit) paham dengan alurnya. Alur perjalanan yang berkata tentang perjuangan. Iya. Semua berjuang dalam memenangkan konstestasi politik kampus. Dan tentu setiap diri mereka yang telah menyatakan keberpihakan memiliki tujuan, motif, dan niat tersendiri yang (semoga) pasti untuk kebaikan bersama. :)

Bagiku ‘tempat keberpihakkanku’ selalu ada yang menarik.

Baca: Tentang ‘Tempat Keberpihakanku’ 

Ah masa. Nggak juga. Unik bagaimana? Semuanya tuh sama aja. Gila kekuasaan. Pengen kekuasaan. Pencitraan tok!

Mungkin sekilas begitu pandangan orang awam. Tapi bagiku, orang-orang di ‘tempat keberpihakkanku’ mereka nggak setengah-setengah dalam berjuang. Dan Selalu melibatkan Allah di setiap kondisi apapun. Hari terakhir kampanye, semua anggota mabit atau menginap di masjid-yang tentu berbeda antara cewek dan cowok. Kita bareng-bareng mengoptimalkan kampanye darat dan kampanye udara.  

[Kampanye darat; segala ikhtiar kita berupa strategi-strategi kampanye pada umumnya, untuk memengaruhi orang lain agar memilih dan memberi kepercayaan pada calon yang kita usung.

Kampanye udara; segala ikhtiar kita untuk caper ke Allah, minta ridho-Nya, minta keberkahan-Nya, minta segala kemudahan, minta agar Dia Yang Maha Kuasa, Yang Maha membolak-balikkan hati manusia, agar menggerakkan hati para massa untuk percaya pada calon yang kita usung.]

Bisa dikatakan, Pemira merupakan momentum untuk berdakwah habis-habisan di bulan yang sakral ini. Dari sepengamatanku dan senior yang bercerita, para aktifis kampus di eksekutif izin beberapa waktu untuk menjadi ‘orang hilang’ di organisasi. Mereka bilang, (berjuang di ‘tempat keberpihakkanku’) sudah menjadi komitmen utama mereka. Karena menyangkut banyak umat (begitu mereka menyebutnya).


Hingga dipenghujung bulan suci 2018 alias  Idul Fitri-Nya Pemira wkwk. Puncak dari perjuangan di detik-detik pengumuman adalah kampanye langit. Hari itu, tepatnya kemarin pemilihan di TPS berakhir pukul 18.00 WIB. Sisa waktu menunggu kabar yang dinanti-nanti para mahasiswa kampus ini, ‘tempat keberpihakkanku’ meminta yang cewek untuk stay di rumah sambil banyakin dzikir, banyakin tilawah. Eh tapi aku melanggar hehe, aku malah nggak tilawah tapi nonton live ig-nya mas Azzam. Ehe. Nggak sabar nungguin euy. Nggak mau ketinggalan update-an juga. Dasar. Iya. Percayalah aku anaknya tidak sebaik yang kalian kira. Tapi juga tidak senakal yang kalian kira.

Daaannnnn.........tara....
Betapa derasnya air mata kebahagiaan orang-orang dibalik layar, saat melihat hasil suara Calon Presiden dan Wakil Presiden EM 2019. Masya Allah. Barakallah wa innalillah, fii amanilah. Aku pun juga bergetar hati ini. Saat tau hasil berpihak pada ‘tempat keberpihakkanku’. Seketika kami semua serentak menyatakan puji syukur. Hujan sebelum hari pemilihan, pertanda Allah menurunkan keberkahan di kampus ini. Pengen nangis tapi air mata mogok keluar.

Dibalik itu semua, begitu besar perjuangan orang-orang dibalik mereka. Perjuangan yang sampai begadang buat dirikan dan jaga banner, bangun pagi-pagi buat kampanye di sapa pagi, CTC, sapa malam, gunting-gunting stiker, baca buku tebel-tebel buat menentukan visi misi dan targetan pemerintahan EM ke depan, sampai pc-pc-in temen-temen buat mencari dukungan suara, dan nggak lupa perjuangan membujuk teman biar mau minjemin ktms wkwk.

Sampai perjuangan menghadapi hati yang amat lemah. Perjuangan sabar dalam mengarungi rentetan ujian yang berkunjung. Pastinya di setiap perjuangan tak lepas dari sebuah ujian dan tantangan. Sama. Perjuangan di Pemira dan Pemilwa kurang gurih kalau nggak ada ujian. Mulai dari drama ricuhnya gedung Widyaloka, banner disobek, nyinyiran dari akun-akun yang tidak terdefinisikan, sampai pada fitnah-fitnah yang memengaruhi netizen kampus (nggak nyangka aku, sumpah hampir mau nangis waktu denger hujatan dan fitnah masa itu). Yang terkadang sakit hati dan greget sendiri waktu dengar orang-orang termakan oleh hoax yang shit tersebut. Huh. Sabarr. Tapi hal itu nggak akan mengalihkan fokus kita untuk terus berjuang dan bersemangat dalam mengarungi kontestasi yang bisa diniatkan layaknya samudra dalam meraih kepingan kebaikan. #asikk

Dari kejadian yang sempat membuatku dan teman-teman maba seperjuangan hampir nangis dengar kabar itu, aku jadi berpikir, bahwa sebenarnya kontestasi politik di negara ini lebih parah daripada di kampus. Kita sebagai netizen, apalagi mahasiswa yang tugasnya memamg memonitoring pemerintahan, tapi sebenarnya banyak yang disembunyikan oleh pemerintah dari publik. Mungkin banyak media yang menampilkan berita yang tidak bisa dibedakan mana putih dan hitam. Iya. Banyak udahan. Makanya politik politik bisa kukatakan layaknya warna abu-abu. Eh kayak yang aku bilang di bioku. 

Baca: About Me

Kadang juga, kita termakan oleh hasutan media perihal menyudutkan pejabat, menghitamkan citranya, atau hanya menampilkan suatu peristiwa hanya pada satu sisi. Aku jadi ingat dari hasil diskusiku dengan kakak tingkat, bahwa setiap partai politik telah memiliki media masing-masing. Nah, media pun telah menyatakan keberpihakannya kan.

Eh jadi bahas politik.

Aku nggak tau mau komentar apalagi. Pokoknya, ini menjadi tugas kita terkhusus mahasiswa yang bangga dengan jas almamater kalian. Kuy jangan apatis, tetapi berkontribusi dalam membawa pemerintahan yang lebih baik.
#apasih #asumsianakmudayangbarubelajar #iya #basingomonginkontribusitanpaaksinyata #ehaksinyatatapidinyinyirinjuga #gimanadong

Balik ke topik, tapi cuma penutupan. Ehehe.

Semua benar-benar pengalaman baru buat aku. Aku tau rasanya bagaimana terlibat dalam pesta demokrasi di kampus dengan segala drama yang ada wkwk. Meskipun belum semuanya aku pahami dan rasakan, tapi setidaknya ini jadi pembelajaranku bahwa ternyata sepenting inikah kita harus berjuang, se-ekstra inikah segala kemampuan harus bener-bener dikeluarkan untuk memenangkan kontestasi politik kampus. Tapi sebenarnya bukan perkara memenangkan posisi atau kekuasaan. Ada hal lain yang harus diperjuangkan dalam pesta demokrasi di kampus jingga ini. Hal lain yang melebihi sebuah kemenangan atau kekuasaan. Karena Lillah. (Semoga saja niatnya terus diluruskan).



Jadi, gimana pemira di kampusmu? 








You May Also Like

0 komentar