Perempuan yang tak terdefinisikan
Aku punya kenalan, seorang cewek. Tak perlulah aku
menyebut statusnya dengan diriku. Yang penting dia adalah kenalanku. Di luar
sana banyak daftar hitam dengan serentetan kenakalan yang telah ia lakukan. Aku
nggak tau pasti nakalnya seperti apa, karena denganku dia selalu baik. Tapi
banyak orang yang mengatakan dia lebih dikenal kenakalannya.
Ujung-ujungnya apapun yang terjadi, aku adalah tempat terakhir dia bersandar di kala tidak ada orang yang mau mendengarkan kegalauannya. Singkatnya, dia selalu kembali ke aku waktu ada masalah.
Sebelumnya aku tak pernah berpikir dia memanfaatkan aku.
No! Bahkan bila tidak mendengar celetukan macam itu saya tak pernah berpikir
bahwa saya adalah tempat pelampiasan. Pikiran saya berusaha meminimalisir
pikiran-pikiran negatif semacam itu. Nggak jarang juga dia memang sering sekali
buat aku kesal banget dan itupun berulang-ulang namun tidak sampai ke hati.
Pernah satu kali dia berkata kasar-misuh kepadaku dan hatiku langsung jleb. Tapi
entah kenapa hati ini terus ingin memaafkan dan menolongnya. Tak tega
meninggalkannya dengan sejuta masalah yang terus menghadangnya. Untung saja dia
wanita yang tegar. Kalau aku diposisi dia pasti aku udah keok duluan, nggak
akan setegar itu. Mungkin aku juga nggak akan sesabar dia menghadapi
kehidupannya yang pahit.
Pernah dia bercerita ke aku terkait pertemanannya atau
sahabatlah. Suatu ketika mereka bertengkar, perempuan ini sampai nangis, dan
sampai ngalah walau dicuekin sahabatnya tiap dia chat. I think that what? Baper
amat, cuma perkara teman aja sampai nangis. Tapi setelah itu saya berpikir
itulahh kenapa I dont have a best
friend-bener-bener-sahabat-sejati-setia-selalu. Jika aku di posisinya yaudah
kalau marah nanti juga balik-balik sendiri. Mungkin karena aku adalah perempuan
yang feelingnya kurang dapat. Kalau temanku bilang sih, “Deva kalau ngomong
pakai otak, kurang pakai perasaan”. Bener juga, aku belajar dari perempuan ini
tentang bagaimana perasaan seorang cewek meskipun aku ya cewek. Aku belajar
dari perempuan ini dia tetap menjaga perasaan sahabatnya, tetap perhatian, dan
nggak nyerah gitu aja dalam pertemanan. Dari dulu aku memang perhatian sama
temen, tapi kurang ngena perasaannya, dan lebih menggunakan otak saat berbicara
sama temen. Alhasil aku mudah nyerah dalam hal pertemanan. Maksudnya, ya itu
nggak penting-penting amatlah pikirku kala itu, yang penting udah beri solusi.
But it’s not right gaess. Perempuan ngeluh atau curhat ke kita nggak butuh
solusi. Mereka butuh wadah yang siap menampung cerita mereka. Mereka butuh
orang yang mau mendengarkan. Mereka butuh perhatian kita saat mereka bercerita,
bukan solusi. (Kapan-kapan saya bahas tentang perempuan ya, habis kelar baca
buku “Woman from Venus & Man from Mars”).
Tapi karena perempuan ini aku jadi sadar untuk lebih
menghargai teman dengan perasaan terutama sesama perempuan. Itulah kenapa aku
belajar lebay, baper, dan sekarang jadi baperan wqwq. Dari perempuan ini aku
bisa menggunakan perasaan dengan baik.
Kadang aku bingung sendiri sama perempuan ini, disisi
lain she is very annoying, di lain sisi dia sangat baik kepada temannya. Aku
pun belajar banyak hal darinya tentang perasaan, perempuan, dan pertemanan. Aku
tak tau harus menyebutnya sebutan apa. Tak tau harus mendeksripsikannya seperti
apa. Dia seperti tidak terdefinisikan.Kadang sangat mengesalkan dan
menjengkelkan minta ampun, kadang kasihan juga, kadang ada benernya sikapnya.
Hadeuh.
Kalau dipikir-pikir lagi ya itulah manusia, dengan segala
kekurangan dan kelebihan. Nggak ada yang sempurna. Sebrengsek-brengseknya
preman, mereka tetap ada sisi baiknya. Apalagi preman cewek, mereka juga masih
punya perasaanlah. Seperti filososfi dari Cina, hidup seperti yin dan yang.
0 komentar