Aku dan Purbakala: Perjalanan Tinta yang belum berhenti

by - August 30, 2018

DEVANDA CANDRA PUTRI NUGRAHA
NGANJUK, JAWA TIMUR


Sesuai artinya, saat kita berbicara tentang Purbakala, masa lalu atau zaman dahulu menjadi topik perbincangan. Purbakala tak selalu identik dengan zaman kuno atau situs-situs sejarah seperti candi, punden, atau bangunan batu lainnya. Sejarah atau kajian masa lampau yang berkaitan dengan manusia dapat dijadikan topik saat berbicara mengenai Purbakala, sebab telah terjadi di masa lalu.

Berulang kali bapak ibu guru mengatakan ‘Jas Merah’-Jangan lupakan sejarah pada pelajar Indonesia tapi itu hanya melintas saja dari telinga kiri ke kanan. Kebanyakan pelajar Indonesia sangat tidak bernafsu saat seorang guru bercengkerama mengapa Perang Diponegoro tak kunjung selesai sampai 5 tahun lamanya. Mereka begitu malas dengan bacaan panjang kali lebar kali tinggi yang mengulas peristiwa masa lalu.

Namun berbeda kisah, ceritaku bersama sejarah tak seburuk itu. Walaupun sejarah kedengarannya sangat membosankan, tapi membaca atau belajar sejarah sudah menjadi teman baik dengan diriku. Tepatnya sejak kelas 5 SD, tatkala kisah Cornelius de Houtman menginjakan kaki di bumi Indonesia sampai Konferensi Meja Bundar menjadi ajang isitimewa bagi Indonesia. Sejak itulah sejarah mulai meracuni pikiran dan kehidupanku. Antusiasme dalam membaca dan merenungi sejarah-sejarah yang pernah terjadi di tanah air tak kunjung reda. Tak pernah bosan atau malasnya aku membaca perjalanan pahit bagaimana bangsa ini dapat bertahan hidup hingga era milenial. Deretan angka tahun dalam timeline sejarah memang tidak sanggup aku ingat tapi proses perjalanan negeri ini setidaknya aku tau sebagai penghuninya.

Kebiasaanku bersenandung dengan buku atau bacaan sejarah semakin menjalar dengan kepo akan sejarah negara lain. Karena Kisah Anantasia dan Rasputin yang melegenda di tanah Rusia membuat aku jatuh hati dengan berbagai sejarah yang ada di negara Rusia ini. Diperparah dengan kisah kekejaman Hitler membuat bahan bacaanku sampai pada sejarah Perang Dunia dan semakin kepo akan sejarah-sejarah di belahan dunia ini.

Lambat laun sampailah keingintahuanku pada sejarah kuno seperti Kekaisaran Yunani, kehidupan para filsuf kuno, dan amazing-nya kisah Kekaisaran Ottoman menjadi perhatian utama saat perjalanan hidup Muhammad Al Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel benar-benar melekat pada ingatanku. Sejak saat itu aku jatuh hati dengan Turki dan sejarahnya.

Mirisnya, pengetahuan sejarah para tokoh muslim baru aku tekuni setelah sejarah Konstantinopel takluk di tangan Al Fatih. Setelah itu, sejarah islam menjadi perhatian utamaku. Masa aku tidak kenal dengan Rasulku sendiri, tidak kenal sejarah agamaku sendiri? Pertanyaan ini yang terus mendorong aku untuk terus belajar sejarah islam. Benar saja, sejarah dalam islam tak pernah ada habisnya dan tak berhenti membuat aku terkejut di setiap kisahnya.

Setelah aku bercerita perjalanan diriku bersama sejarah, pertanyaan yang muncul adalah alasan terkuat apa yang membuat seorang Devanda Candra Putri Nugraha betah berlama-lama dengan bacaan masa silam yang membosankan?

Menurutku, belajar sejarah yang pasti dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang kemudian informasi yang kita dapat itu bisa saja kita terapkan dalam kehidupan saat ini. Misalkan, bagaimana bisa Sultan Mehmed II memindahkan 70 kapal dari Selat Bhosporus sampai Golden Horn melalui DARATAN dalam SATU MALAM?

Mengetahui sejarah dapat memunculkan rasa motivasi dan semangat. Dalam sejarah peradaban manusia, kita bisa menelusuri siapa penguasa terkuat pada zamannya. Katakanlah Persia ketika dinasti Achaemenid (550 SM- 330 SM), Kekaisaran Romawi (50 SM- 300 M), Kekhalifahan Ottoman (abad 16-17), dan kini Amerika Serikat di zaman modern (1991-sekarang). Semua kerajaan atau peradaban tersebut bisa dikatakan sebagai penguasa terkuat pada zamannya.

Selanjutnya sebagai peningkatan iman. Kalau belajar sejarah islam, aku yakin setidaknya iman dapat meningkatkan melalui kisah heroik dari tokoh muslim. Misal, Sultan Mehmed II yang namanya dikenal saat dia berusia 21 tahun karena berhasil menaklukan Konstantinopel. Bahwa beliau tidak pernah meninggalkan salat rawatib selama hidupnya. Hal ini bisa dijadikan pelajaran buat generasi selanjutnya yang mau berpikir.

Lalu muncul pertanyaan: Apa yang membuat mereka bisa menjadi penguasa terkuat? Bagaimana mereka bisa memiliki sistem pertahanan yang kokoh dari serangan musuh? Bagaimana caranya mereka bisa menguasai ekonomi dan perdagangan? Bagaimana mereka bisa memiliki pengetahuan & teknologi tercanggih di zamannya? Mengapa mereka bisa jauh lebih maju dan melampaui peradaban lain pada zamannya? Jawabannya tentu sangat panjang dan berbeda-beda pada tiap persoalan. Dan jika ingin tau jawabannya belajarlah sejarah.

Percayalah, mempelajari sejarah tak akan ada habisnya dan rekam jejak kehidupan bumi ini akan terus tergores dalam balutan sejarah. Seperti tinta yang belum berhenti untuk terus mengabadikan sejarah kehidupan ini. Pengetahuanku akan sejarah masih terbatas pada segores tinta pada garis 5 cm. Tapi perjalanan aku, purbakala, dan sejarah tidak pernah berhenti.







You May Also Like

0 komentar